Gereja Santo Petrus Gubug saat ini melayani 17 lingkungan yang terbagi ke dalam 5 wilayah. Secara historis perkembangan umat dari wilayah-wilayah awalnya terpisah-pisah, sehingga dapat diuraikan secara sendiri-sendiri, yaitu Sejarah perkembangan Gereja Santo Petrus Gubug, Sejarah perkembangan Gereja Kristus Raja Kedungjati, Sejarah Perkembangan wilayah Tanggungharjo, dan Sejarah Perkembangan Gereja Santo Paulus Penadaran.
A. Sejarah Perkembangan Gereja Santo Petrus Gubug
Benih-benih awal (embrio) Gereja Katolik Santo Petrus Gubug berangkat dari keprihatinan beberapa umat (± 9 orang) di antaranya Bpk. Petrus Soebirin, Bpk. Siswo Darmojo, dan Bpk Fransiscus Xaverius Marto Siswoyo, dengan tidak adanya tempat ibadat (Kapel/Gereja). Perkembangan umat katolik didukung oleh berdirinya SMP Keluarga Gubug yang didirikan pada tahun 1961, inisiatif dari warga katolik dan diprakarsai oleh Bpk Petrus Soebirin, Bpk Go Siamgie, dll. Ruangan lantai atas SMP Keluarga digunakan sebagai Kapel dengan pelindung “Santa Maria” untuk melaksanakan Misa dan Ibadat Sabda. Ibadat Sabda dilaksanakan setiap hari minggu, sedangkan Misa dilaksanakan satu kali dalam satu bulan. Gereja Santo Petrus pada saat itu masih berupa stasi dari paroki Purwodadi.
Dari SMP Keluarga tersebut beberapa siswa dibabtis, di antaranya Bpk. Agustinus Wasito (1965) dan Bpk Fransiscus Xaverius Pujiono (1968) yang sekarang menjadi anggota Dewan Paroki di Gereja ini.
Pada tanggal 4 Juni 1977, stasi Gubug mendapat kunjungan Uskup dalam rangka penerimaan Sakramen Krisma yang pertama. Sakramen Krisma diberikan kepada sejumlah umat dari Gubug dan sekitarnya (Tanggungharjo, Kedungjati, dan Penadaran). Karena jumlah umatnya banyak, ruangan SMP Keluarga tidak mampu menampung umat seluruhnya sehingga pelaksanaan Misa dan penerimaan Sakramen Krisma ditempatkan di Pendopo Kawedanan Gubug, seijin Bapak Wedono.
Selesai penerimaan Sakramen Krisma dilanjutkan wawanhati Uskup bersama umat, Romo Heri Vermeulen,MSF dan Romo Paulus Yasa Widharta,MSF. Bapak Uskup Yustinus Kardinal Darmoyuwono berpesan: ”kene kok ono umat sak mene akehe opo durung dilaporke?, carilah tanah, syukur sudah ada rumahnya, akan dibeli oleh keuskupan”.
Pesan Bapak Uskup ditindaklanjuti dan selang beberapa hari sudah mendapat tanah beserta rumah joglo di dekat pasar Gubug, tepatnya sebelah Timur Lapangan PUK Gubug. Tempat tersebut dibeli oleh keuskupan seharga Rp. 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dan ditempati sebagai gereja.
Karena tempat tersebut terletak dekat pasar, maka sangat terdengar suara bising terutama dari penjual jamu yang menggunakan loud speaker yang dirasakan sangat mengganggu saat Ibadat serta kurang luas. Hal ini dilaporkan ke keuskupan dan diputuskan agar tempat tersebut dijual dan mencari tempat lain. Tanah tersebut dijual lagi dengan harga sama yaitu Rp. 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah). Dalam waktu singkat (5 Mei 1979) didapatkan tanah kembali (di jalan Ahmad Yani yang sekarang kita ditempati), seluas 0,5 ha seharga Rp. 3.500.000,- dan dibayar oleh keuskupan. Uang hasil penjualan tanah di dekat pasar Gubug dan dari umat dikumpulkan menjadi Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Dengan modal 5 juta tersebut umat tidak berani memulai membangun Gereja. Pada bulan Juni 1982 Romo Paroki Purwodadi (Romo Stefanus Broto Santoso,MSF) dan tokoh umat (Bpk. Agustinus Sugiyarto) dipanggil ke keuskupan intinya disuruh memulai pembangunan. Romo Julianus Sunarka,SJ (waktu itu sekretaris keuskupan merangkap Ekonom) menawarkan “uang bunga” meninggalnya Bapak Petrus Wanandi (Bapak dari Romo Markus Samsul Wanandi,SJ) sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) untuk pembangunan Gereja.
Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 1982 oleh:
1. Romo Stefanus Broto Santoso, MSF. (Romo Paroki Purwodadi)
2. Agustinus Sugiyarto (Ketua Stasi)
3. Petrus Soebirin (Ketua Panitia Pembangunan)
4. Kyai Kalim (Tokoh Mushola depan Gereja)
5. Kyai Soeberi Sofyan (Tokoh Mushola dukoh)
Peletakan batu pertama ini disaksikan oleh umat Katolik yang mengikuti Misa Permberkatan.
Sumbangan dana utama lainnya mengalir dari:
1. Keluarga Bapak Petrus Wanandi (Jakarta) : Rp. 27.500.000,-
2. Presiden (Banpres) : Rp. 7.500.000,-
3. Karya Kepausan Internasional (Via KWI) : Rp. 6.200.000,-
4. Umat dan donator-donatur lain
Pembangunan tidak berjalan mulus. Setelah beberapa hari pekerjaan dimulai, pembangunan ditentang oleh sebagian masyarakat (kelompok non kristiani) yang berusaha untuk menghalangi dengan mengirimkan surat kaleng berisi ancaman-ancaman kepada panitia pembangunan. Karena dikhawatirkan akan terjadi keributan atau perusakan terhadap pembangunan dan pekerjanya, maka Kasdim Purwodadi (Mayor Abdul Manaf) mengirimkan surat pemberhentian pekerjaan.
Panitia pembangunan tidak tinggal diam, namun melaporkan hal ini kepada Kasdam Jateng (Bapak Bridjen Leo Ngali). Secara lisan Bapak Brijen Leo Ngali memerintahkan ke Kasdim agar surat pemberhentian pembangunan dicabut kembali, dan akhirnya pembangunan dapat dilanjutkan.
Pembangunan Gereja selesai dan diberkati oleh Bapak Uskup Mgr. Alexander Soetandio Djajasiswaja, pada tanggal 30 November 1982.
Pada tahun 1983, Dewan Satasi Gubug merencanakan mendirikan sebuah SMA di bawah bimbingan Romo Julianus Sunarka, SJ. Rencana tersebut terealisir pada Tahun Pelajaran 1984 dengan menempati areal tanah PGPM Gereja Katolik Santa Maria Gubug dengan MOU berbunyi: ”Sekolah menempati tanah PGPM selama sekolah tersebut masih berdiri (buka), kalau sudah tutup maka gedung-gedungnya menjadi milik Gereja”.
Pada tahun 1985, Stasi Gubug ditetapkan oleh Keuskupan Agung Semarang menjadi Paroki Administratif dan menginduk ke Paroki Admodirono Semarang, dengan susunan pengurus sebagai berikut.
1. Ketua Umum : Romo Ambrosius Darmasuwarna,MSF.
2. Koordinator Umum : Agustinus Sugiyarto
3. Koordinator I : Fransiscus Xaverius Sumardi
4. Koordinator II : Robertus Munadi
5. Sekretaris : Yohanes Eusatchius Suyono
6. Bendahara : Johanes Joko Suwito
7. Seksi-seksi
a. Seksi Liturgi : Fransiscus Xaverius Sumardi
b. Seksi Pewartaan : Petrus Soebirin
c. Seksi Sosial /PSE : Agustinus Widodo
Pada tanggal 27 Juni 1985, Mgr. Yulius Kardinal Darmoatmojo berkenan mengadakan kunjungan pastoral di Gubug dalam rangka penerimaan Sakramen Krisma (102 orang). Selesai misa diadakan wawan hati dengan wakil umat dan Muspika Gubug. Dalam wawan hati tersebut Muspika mengusulkan untuk mendirikan rumah sakit Katolik. Usulan tersebut direstui Bapak Uskup, dan ditindak lanjuti. Dewan berkunjung ke Susteran Strada Pejaten Jakarta. Dalam pembicaraan awal suster Propinsial menyetujui, namun akhirnya tidak jadi kerena uangnya digunakan untuk keperluan lain. Hal ini dilaporkan ke Romo Julianus Sunarka,SJ. Romo Narko menghubungi Suster Yohanita di Sukabumi melalui telepon. Suster Yohanita menyetujui bahwa Suster-suster SFS dari Sukabumi akan berkarya di Gubug. Namun sampai saat ini Suster-suster masih berkarya di bidang pendidikan dan pelayanan umat, sedangkan bidang kesehatan (rumah sakit) belum terwujudkan.
Sekretariat
Jalan Ahmad Yani No.1, Gubug, Purwodadi, Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58164
Telepon: (0292) 533483
0 komentar:
Posting Komentar