“Jangan Takut, Aku Besertamu”: Komunikasikan Harapan dan Iman
Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Komunikasi Sedunia 2017
Akses yang mudah dan terbuka pada media komunikasi –berkat kemajuan tehnologi-memungkinkan banyak orang berbagi berita secara langsung dan menyebarkannya secara luas. Berita yang disebarkan ini bisa baik atau buruk, benar atau salah (hoax). Umat Kristen awal membandingkan pikiran manusia seperti mesin penggiling; terserah di pekerja mau menggiling apa: endah gandum yang baik atau lalang yang tidak berguna. Pikiran kita akan selalu ‘menggiling’, tapi kita bebas menentukan apa yang mau digiling (bdk. St. Yohanes Kassianus, Surat kepada Leontius).
Saya ingin menyampaikan pesan ini kepada semua orang yang-entah dalam pekerjaan profesional atau hubungan-hubungan pribadinya- setiap hari ‘menggiling’ banyak informasi dengan tujuan menyediakan asupan yang berguna dan baik bagi orang-orang dengan siapa mereka berkomunikasi. Saya mengajak setiap orang untuk terlibat dalam membangun komunikasi yang konstruktif, menampik prasangka terhadap orang lain dan menggalakkan budaya perjumpaan, seraya membantu kita semua untuk memandang dunia di sekitar kita secara real dan meyakininya.
Saya yakin bahwa sekarang ini, kita harus memutuskan lingkaran setan kecemasan dan spiral ketakutan yang timbul karena kita secara konstan telah berfokus pada ‘berita buruk’ (peperangan, terorisme, skandal, dan semua jenis kegagalan manusiawi). Biarlah kita tidak menjadi penyebar informasi sesat yang mengabaikan tragedi penderitaan manusia; dan optimisme naif yang membutakan mata terhadap skandal kejahatan.
Sebaliknya, saya menganjurkan agar kita semua terlibat akfit mengatasi perasaan kurang puas dan putus asa, yang nantinya berubah menjadi apatisme, ketakuta, ataupun pemikiran bahwa ‘kejahatan tidak punya batas’. Lebih lagi, industri komunikasi dewasa ini-yang percaya bahwa berita baik tidak punya nilai jual, dan tragedi penderitaan manusia dan misteri kejahatan adalah tayangan emas-sangat berpotensi menumpulkan rasa bersalah kita dan membuat kita pesimistis.
Saya sendiri rindu untuk mengambil bagian, mencari cara komunikasi yang terbuka dan kreatif; yang tidak pernah mengagungkan kejahatan; tapi yang berorientasi pada solusi dan inspirasi terhadap pendekatan positif juga bertanggung jawab terhadap para penerimanya. Saya mengajak semua orang untuk menjadi agen ‘kabar baik’ bagi dunia ini.
Kabar Baik
Hidup bukan sekedar akibat dari fenomena tanpa makna, melainkan sebuah sejarah; sebuah cerita yang menunggu untuk dibagikan melalui cara pandang interpretatif, sebuah cara yang dapat memilah dan mengumpulkan data relevan. Di dalam dan dari dirinya, realitas tidak hanya meiliki satu makna. Semuanya tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, berdasarkan ‘lensa’ yang kita gunakan. Bila kita mengubah lensa itu, realitas niscaya terlihat berbeda. Jadi bagaimana kita bisa membaca realitas melalui lensa yang tepat?
Bagi kita umat kristiani, lensa yang tepat dalam membaca realitas dunia ini adalah kabar baik, yang berpangkal pada Sang Kabar Baik:”Injil Yesus Kristus, Anak Allah” (Mrk. 1:1). St. Markus mengawali Injilnya bukan dengan menghubungkan ‘kabar baik kepada Yesus, tapi menekankan bahwa kabar baik itu adalah Yesus sendiri. Dengan mebaca Injil Markus, kita dapat menyadari bahwa judul Injil sepadan dengan isinya. Yang paling utama, inti Injil itu adalah Yesus sendiri.
Kabar baik ini-yakni Yesus sendiri-disebut kabar baik bukan karena tidak ada ada kaitannya dengan penderitaan, tetapi justru, penderitaan menjadi bagian dari sebuah ‘gambar’ yang lebih besar. Penderitaan ini dimaknai sebagai bagian penting dari bukti cinta Yesus kepada Bapa dan semua orang. Dalam Kristus, Allah menunjukkan solidaritas-Nya terhadap setiap situasi manusia. Ia telah memberitahu kita bahwa kita tidak sendiri; bahwa kita punya Bapa yang selalu memperhatikan anak-anak-Nya. “Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau” (Yes. 43:5). Ini adalah kata-kata penghiburan seorang sosok Allah yang demikian peduli kepada umat-Nya. Melalui Putera-Nya, janji ilahi ini (“Aku in mnyertai engaku”) mengatasi semua kelemahan kita, bahkan menguatkan kita di kala ajal. Dalam Kristus, bahkan kegelapan dan kematian menjadi tempat perjumpaan Terang dan Hidup. Dari sini lahirlah harapan, sebuah harapan yang bisa dijangkau semua orang ketika mengalami masa pahit dalam hidup. Harapan ini tidak mengecewakan, karena Cinta Tuhan telah dicurahkan ke dalam hati kita (Rm. 5:5) dan membuat hidup yang baru mekas bak tunas dari benih yang jatuh. Melalui lensa ini, setiap tragedi baru yang terjadi dapat menjadi latar untuk sebuah kabar baik, persis seperti cinta yang dapat menyentuh kita, menimbulkan simpati, menguatkan, dan siap untuk membantu.
Keyakinan akan Benih Kerajaan
Guna mengantar para murid-Nya dan kerumunan orang akan cara pandang Injil ini dan untuk menyediakan kepada mereka lensa tepat, yang dibutuhkan untuk melihat dan merengkuh kasih yang kadang mati dan bangkit kembali tersebut, maka Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Sering kali Yesus membandingkan Kerajaan Allah seumpama benih yang memperlihatkan daya hidupnya manakala benih tersebut jatuh ke tanah dan mati (Mk 4: 1-34).
Penggunaan gambaran dan metafor untuk menjelaskan kuasa Kerajaan Allah yang tenang itu tidak mengurangi penting dan urgensi pesan yang ingin disampaikan; lebih dari itu, inilah cara penuh kasih yang bisa memberi ruang bagi para pendengar sabda-Nya untuk secara bebas menerima dan menghargai kuasa tersebut. Ini juga merupakan cara paling efektif untuk mengungkapkan martabat agung Misteri Paska dengan lebih menggunakan gambaran daripada konsep, untuk mengkomunikasikan keindahan paradoksal akan hidup baru dalam Kristus. Dalam kehidupan tersebut, kesulitan dan salib tidak saling menghalangi, melainkan membawa keselamatan Allah; kelemahan membuktikan diri lebih kuat dibanding semua kekuatan manusiawi; kegagalan bisa menjadi awal bagi pemenuhan akan segala sesuatu dalam kasih.
Ini adalah bagaimana harapan dalam Kerajaan Allah itu akan menjadi matang dan semakin mendalam: ini adalah “Seperti seseorang yang harus menyebarkan benih di tanah, kemudian tidur di malam hari dan ketika bangun keesokan harinya, maka tunas itu telah tumbuh dan berkembang.” (Mk 4: 26-27).
Kerajaan Allah sebenarnya telah hadir di tengah-tengah kita, mirip sebuah benih yang tidak mencolok mata namun kemudian akarnya tumbuh bersemi. Kepada mereka yang oleh Roh Kudus mendapatkan pandangan yang jernih, akan dimampukan melihat benih itu mekar dan bertumbuh. Mereka tidak membiarkan dirinya terbuai dengan kegirangan akan Kerajaan Allah karena semak belukar pun ikut bermunculan.
Cakrawala Roh
Harapan kita berdasarkan kabar baik yakni Yesus sendiri itu telah membuat kita mengangkat pandangan dalam merenungkan Tuhan saat perayaan liturgis Kenaikan. Sekalipun Tuhan sekarang ini tampak makin jauh, namun cakrawala harapan justru berkembang makin luas. Di dalam Kristus, yang membawa kemanusiaan kita semakin ilahi, maka setiap laki-laki dan perempuan sekarang bebas “masuk ke dalam tempat kudus berkat darah Yesus, di jalan baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri” (Ibr 10: 19-20). Oleh “kekuatan Roh Kudus”, kita menjadi saksi dan “komunikator” akan kemanusiaan kita yang baru dan tertebus “bahkan sampai ke ujung bumi” (Kis 1: 7-8).
Keyakinan akan benih Kerajaan Allah dan Misteri Paska itu seharusnya juga membentuk cara kita berkomunikasi. Kepercayaan ini memungkinkan kita mampu melaksanakan pekerjaan kita –dalam segala cara berkomunikasi di zaman modern ini—dengan keyakinan bahwa mungkinlah bisa mengenali dan menyoroti hadirnya kabar baik di setiap cerita dan pada wajah setiap orang.
Mereka yang dalam iman mempercayakan kepada bimbingan Roh Kudus akan menyadari betapa Allah hadir dan bekerja di setiap saat dalam hidup dan sejarah kita, dengan sabar membawa kita kepada sejarah keselamatan. Harapan adalah untaian benang dengan apa sejarah suci ini ditenun, dan sang penenun itu tidak lain adalah Roh Kudus, Sang Penghibur.
Harapan merupakan kebajikan paling bersahaja, karena ia tetap tersembunyi di relung kehidupan; namun harapan itu mirip ragi yang mengolah semua adonan. Kita memeliharanya dengan cara membaca Injil lagi dan lagi, “dicetak ulang” ke banyak edisi dalam rupa hidup para kudus yang telah menjadi simbol akan kasih Tuhan di dunia ini.
Sekarang ini pun, Roh Kudus masih terus menabur dalam diri kita hasrat akan Kerajaan Allah, terima kasih kepada semua orang yang bisa mengambil inspirasi dari Kabar Gembira di tengah hiruk pikuknya peristiwa dramatik sekarang ini, karena Roh Kudus senantiasa memancarkan cahaya seperti mercusuar di tengah gelapnya dunia, mencurahkan sinar terangnya itu sepanjang waktu dan membuka jalan baru menuju keyakinan dan harapan senantiasa.
Dari Vatikan, 24 Januari 2017
FRANSISKUS
Penjelasan Desain Poster KWI
Antena & Bumi
simbol kegiatan komunikasi
Kepala antena :
berbentuk kepala Paus, bahwa yang dikomunikasikan ke seluruh dunia adalah pesan Paus sebagai agen kabar baik.
Sinyal putih:
melambangkan iman 'yang dikomunikasikan'.
Sinyal hijau tua-muda :
melambangkan harapan 'yang dikomunikasikan'.
Tangan Yesus Kristus :
melambangkan "Jangan takut, Aku beserta-Mu"
Bayangan merpati dan api :
penyertaan Roh Kudus
Tujuh simbol media :
berurut melambangkan perkembangan media : orasi - koran - radio - TV - komputer - HP. Satu lagi ditengah, simbol dialog, perjumpaan: amanah Paus untuk cara komunikasi Perjumpaan langsung.
Tulisan "No Hoax" :
misi umat Katolik dalam komunikasi, waspada terhadap berita bohong
0 komentar:
Posting Komentar